•  - 
    English
     - 
    en
    Indonesian
     - 
    id

Efek Pemberian Tempe Kedelai Terhadap Respon Imun Untuk Mencegah Kanker Payudara

Efek Pemberian Tempe Kedelai Terhadap Respon Imun Untuk Mencegah Kanker Payudara

qori.1Penulis: Dia Qori Yaswinda Mahasiswi Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Jember

Kanker payudara yang termasuk penyakit tidak menular, saat ini menjadi masalah kesehatan utama baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut WHO (2012), kejadian kanker payudara sebanyak 1.677.000 kasus. Di negara berkembang dan terdapat 794.000 kasus kanker payudara dan sebanyak 324.000 kasus menyebabkan kematian. Berdasarkan data dari International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2012, insiden kanker payudara sebesar 40 per 100.000 perempuan. Insiden tertinggi penderita kanker payudara pada golongan usia 40 sampai 49 tahun sebesar 23,9 %.

Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker cukup tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013), 1,4 per 1000 penduduk atau sekitar 330.000 orang mengidap kanker. Kanker payudara merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi terutama pada  perempuan disusul kanker leher rahim (serviks). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus rawat inap kanker payudara sebesar 12.014 kasus (28,7%) dan disusul kanker serviks dan leukemia. Menurut WHO diperkirakan pada tahun 2030 insiden kanker mencapai 26 juta orang dan 17 juta diantaranya meninggal akibat kanker (Depkes RI, 2013).

Beberapa faktor yang menyebabkan risiko kanker payudara adalah usia tua, menarche (pertama kali menstruasi) dini, usia makin tua saat menopause, usia  tua saat pertama kali melahirkan, tidak pernah hamil, riwayat keluarga menderita kanker payudara, riwayat pernah menderita tumor jinak payudara dan mengkonsumsi obat kontrasepsi hormonal dalam jangka panjang. Selain itu, kanker payudara juga terjadi karena lemahnya sistem pertahanan tubuh (sistem imun) (Kusmardi et al., 2006). Pada umumnya, tubuh melakukan perlawanan terhadap sel-sel yang bermutasi (sel kanker) untuk mencegah terjadinya kanker, tetapi terkadang sistem imun gagal untuk mendeteksi sel yang bermutasi, sehingga menyebabkan sel kanker dapat berkembang (Igney dan Krammer, 2002).

Upaya untuk mencegah kanker payudara sudah banyak dilakukan antara lain: pemeriksaan payudara sendiri (sadari), pemeriksaan mammografi dan penggunaan obat hormonal (Luwia, 2003). Pencegahan yang umum dilakukan ini memiliki dampak yang merugikan seperti pada pemeriksaan mammografi, terpaparnya kelenjar payudara secara terus menerus oleh radiasi sinar ultraviolet dapat menjadi salah satu faktor resiko terjadinya kanker payudara, selain itu pencegahan kanker payudara dengan mammografi relatif mahal (Bustan, 2007). Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan alternatif yang lebih efektif dan murah untuk mencegah kanker payudara, salah satunya dengan cara meningkatkan aktivitas sel-sel imun di dalam tubuh.

Sel imun mampu melawan sel kanker karena sel imun mengenali sel kanker sebagai benda asing (antigen). Sel imun yang berperan untuk melawan sel kanker adalah Cytotoxic T Lymphocyte (CTL), sel natural killer (NK) dan makrofag. CTL dan sel NK melakukan sitotoksisitas dengan mengeluarkan perforin dan protease yang disebut granzim, sedangkan makrofag menggunakan cara fagositosis (Nurfaiziyah, 2011). Makrofag dapat melakukan fagositosis setelah diaktifasi oleh Interferon-γ (IFN-γ) dan Macrofag Activation Factor (MAF), yang keberadaannya dipengaruhi oleh isoflavon di dalam tubuh (Afiyata, et al., 2011). Isoflavon termasuk senyawa fenolik aktif dari tumbuhan yang secara struktural mirip dengan estrogen, 17β-estradiol pada mamalia (Mense et al., 2008; Sabatier et al., 2003). Zhang et al. (2008), menyatakan bahwa pemberian 90 mg ekstrak isoflavon dari buah semanggi merah dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag pada mencit sebesar 55,56 %.

Salah satu bahan alami yang mengandung isoflavon dan dapat meningkatkan aktivitas makrofag adalah tempe kedelai. Tempe kedelai merupakan produk olahan dari kedelai yang difermentasi. Proses fermentasi pada tempe kedelai dapat meningkatkan kandungan isoflavon, peptida, polisakarida, glikoprotein dan nukleotida (Afiyata et al., 2011). Fihiruddin (2013), menyatakan bahwa kadar Imunoglobulin G serum pada mencit Balb/C meningkat setelah pemberian susu kedelai dengan dosis 0,7 ml/20 gram berat badan. Selain itu, penelitian dari Afiyata et al. (2011), juga menyatakan bahwa kemampuan fagositosis makrofag pada mencit jantan strain Balb/C yang tidak diinokulasi dengan sel kanker, meningkat setelah pemberian 0,5 gram jus tempe/hari selama 12 hari.

Untuk mengetahui efektivitas tempe kedelai sebagai pencegah kanker payudara dengan cara meningkatkan sistem imun, maka dilakukankan pengujian terhadap mencit. Sebelum diinduksi kanker payudara, kelompok mencit terlebih dahulu diberi tepung tempe kedelai dengan dosis masing-masing 0,8 gram, 1,6 gram, 2,4 gram dan 3,2 gram. Setelah 16 hari pemberian tepung tempe kedelai, mencit diinduksi dengan kanker payudara. Berikut ini hasil pengujian sistem imun mencit terutama aktivitas fagositosis makrofag setelah diberi pencegahan dengan konsumsi tepung tempe kedelai:

Screenshot (3)

Pengukuran aktivitas makrofag dapat dilihat dari jumlah makrofag aktif per 100 makrofag dan indeks fagositosis makrofag. Berdasarkan hasil pengujian, semakin tinggi dosis tepung tempe kedelai yang diberikan pada mencit semakin tinggi juga aktivitas fagositosis makrofagnya. Peningkatan aktivitas makrofag terjadi karena perlakuan tepung tempe kedelai yang mengandung isoflavon, yaitu senyawa fenolik aktif dari tumbuhan yang secara struktural mirip dengan estrogen, 17β-estradiol pada mamalia (Mense et al., 2008; Sabatier et al., 2003). Senyawa isoflavon memiliki waktu paruh dalam tubuh orang dewasa selama 6-8 jam, tetapi konsumsi tepung tempe kedelai yang mengandung senyawa isoflavon secara terus menerus akan menghasilkan konsentrasi isoflavon plasma yang tinggi dan menetap di dalam tubuh (Cassidy, et al., 1995). Kandungan isoflavon pada tempe dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag karena isoflavon mampu meningkatkan aktivitas sel T teraktifasi. Sel T tersebut akan mensekresikan limfokin, antara lain IFN-γ dan MAF. IFN-γ dan MAF ini yang selanjutnya akan mengaktifkan makrofag (Afiyata, et al., 2011). Makrofag teraktifasi dapat melakukan fagositosis terhadap sel kanker (Prawiroharsono, 2001).

Pada dosis tertinggi (3,2 gram), aktivitas makrofag mengalami penurunan diduga sebagai akibat pemberian isoflavon yang terkandung dalam tepung tempe kedelai. Struktur isoflavon pada tempe mirip dengan estrogen pada mamalia menyebabkan isoflavon memiliki aktivitas estrogenik, bahkan isoflavon memiliki aktivitas estrogenik yang lebih tinggi dibandingkan dengan stilbestrol (obat estrogenik). Aktivitas estrogenik pada isoflavon ini terkait dengan strukturnya yang dapat ditransformasikan menjadi equol, yaitu struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen (Lambert, et al., 2015 dan Pawiroharsono, 2001). Isoflavon dalam jumlah tertentu mampu mencegah terjadinya kanker payudara dengan cara meningkatkan akivitas sel imun yaitu makrofag, sedangkan jumlah isoflavon yang tinggi akan menyebabkan proliferasi sel kanker payudara semakin tinggi (Clarcke, et al., 2010). Stimulasi proliferasi sel kanker payudara oleh estrogen yang terjadi melalui reseptor estrogen α yang dapat meningkatkan peluang propagasi mutasi oleh agen karsinogenik (Kaczor, et al., 2010).

Proliferasi sel kanker akan disertai dengan sekresi growth promoters (Transforming Growth Factor atau TGF-α), fibroblast growth factor dan growth inhibitor. TGF-α terlibat dalam mekanisme autokrin dari kanker. Produksi TGF-α tergantung pada hormon estrogen, sehingga interaksi antara hormon, reseptor hormon pada sel kanker dan TGF-α autokrin merangsang sel kanker lebih progresif (Dickson, et al., 1997). Selain terlibat dalam perkembangan sel kanker, TGF-α juga merupakan sitokin yang bersifat imunosupresor. Keberadaan TGF-α menyebabkan terhambatnya proliferasi dan maturasi sel limfosit T, selanjutnya sel limfosit T tidak akan mampu mensekresikan limfokin yang berupa IFN-γ dan MAF yang berfungsi untuk mengaktifkan makrofag, sehingga makrofag aktif jumlahnya mengalami penurunan. Makrofag yang tidak aktif tidak akan mampu memfagosit sel kanker yang berarti bahwa aktivitas fagositosis makrofag juga mengalami penurunan (Chodidjah, 2009 dan Mosser, 2003).

Referensi

Afiyata, N., Sarosa, H., dan Sumarawati, T. 2011. Pengaruh Tempe terhadap Kemampuan Fagositosis Makrofag : Studi Eksperimental pada Mencit Jantan Strain Balb/c. Jurnal Medical Sain. 3 (1): 54-62.

Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Cassidy, A. Bingham, S., and Setchell, K. 1995. Biological Effects of Isoflavones in Young Women: Importance of the Chemical Composition of Soyabean Products. British Journal of Nutrition. 74: 587-601.

Chodidjah. 2009. Aspek Immunologi pada Kanker Prostat. Sultan Agung. 44 (118): 1-14.

Clarcke, L.H., Andrade, J.E., and Helferich, William. 2010. Is Soy Consumption Good or Bas for the Breast?. Journal of Nutritio. 140:2326S-2334S.

Dickson, R.B., and Lippman, M.E. 1997. Cancer of the Breast. Cancer: Principles and of Oncology. 1542-1616.

Fihiruddin. 2013. Pengaruh Pemberian Susu Kedelai terhadap Respon Antibodi dan Proliferasi Sel Limfosit pada Mencit Balb/C yang Diinduksi dengan Vaksin Hepatitis B. Jurnal Media Bina Ilmiah. 7 (5): 43-48.

Igney, F. and Krammer, P. 2002. Immune Escape of Tumors: Apoptosis Resistance and Tumor Counterattack. Journal of Leukocyte Biology. 71: 907-920.

Kaczor, T., and Fabno. 2010. An Overview of Melatonin and Breast Cancer: Exploring Melatonin’s Unique Effects on Breast Cancer Cell. Natural Medicine Journal. 2 (2).

Kusmardi, Kumala, dan Wulandari. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Johar (Cassia siamea Lamk.) terhadap Peningkatan Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Makrofag. Makara Kesehatan. 10 (2): 89-93.

Lambert, K.C., Curran, E.M., Judy, B.M., Milligan, G.N., Lubahn, D.B., and Estes, Mark. 2015. Estrogen Receptor α (ERα) Deficiency in Macrophages Result in Increased Stimulation of CD4+ T Cells while 17β-Estradiol Act through Erα to Increase IL-4 and GATA-3 Expression in CD4+ T Cells Independent of Antegen Presentation. Journal Immunology. 175:5716-5723.

Luwia, M. S. 2003. Problematik dan Perawatan Payudara. Jakarta: Kawan Pustaka.

Mense, S.M.,Hei, T.K., Ganju, R.K., and Bhath, H.K. 2008. Phytoestrogens and Breast Cancer-Epidemiology, Risk Factor, and Genetics. BMJ. 321: 624-628.

Mosser, David. 2003. The Many Faces of Macrophage Activation. Journal of Leukocyte Biology. 73 (2): 209-212.

Pawiroharsono. 2001. Prospek dan Manfaat Isoflavon untuk Kesehatan. Yogyakarta: Direktorat Teknologi Bioindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Sabatier, C.V., Bignon, Y., and Bernard-Gallon, D.J. 2003. Effects of the Phytoestrogen Genistein and Daidzen on BRCA2 Tumor Suppressor Gene Expression in Breast Cell Lines. Nutrition and Cancer. 45 (2): 247-255.

Zhang, Y., Zhu, Y., Ren H., Sun J., and Wang, R. 2008. Effects of Isoflavone Extract from Red Clover on Growth Performance and Immune Function in Mice. Journal-Shenyang Agricultural University [Abstrak]. 39 (1): 104.