•  - 
    English
     - 
    en
    Indonesian
     - 
    id

TRADISI KUPATAN BUDAYA PANDALUNGAN KABUPATEN JEMBER

5102134874_f3e89a2e56_o
Setelah berpuasa satu bulan lamanya
Berzakat fitrah menurut perintah agama
Kini kita beridul fitri berbahagia
Mari kita berlebaran bersuka gembira

Begitulah secuil lagu dengan judul Idul Fitri yang banyak dipopulerkan beberapa penyanyi Indonesia. Di kota Jember yang terkenal sebagai salah satu kota dengan tradisi pandalungan.  Banyak kisah syawalan yang melingkupi masyarakatnya, diawali dengan sholat Idul Fitri, ziarah makam, slametan syawal biasanya dilakukan setelah sholat Idul Fitri di surau atau masjid, tradisi terarter yaitu tradisi dengan membawa nasi dan lauk pauknya kepada sanak family yang didahului dengan tradisi tompokan yaitu mengumpulkan uang untuk membeli sapi untuk disembelih dan dagingnya dibagikan kepada anggota. Semua terakumulasi dengan tradisi telasan atau lebaran.

Dan semua tradisi dilalui masyarakat Jember, setelah H plus 7 acara Syawalan / telasan Id / hari raya Idul Fitri masyarakat Jember masih memiliki satu tradisi yaitu telas lontong atau istilah kerennya tradisi kupatan. Apa Itu Kupatan? kupatan merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa pada hari ke 8 setelah hari raya Idul Fitri, yakni membuat ketupat dan berdoa bersama di mushola dan masjid.

Arti dan makna ketupat, kupat berasal dari kata “ngaku lepat” yang berarti mengakui kesalahan. Mengandung makna filosofis bahwa manusia diperintahkan untuk mengakui kesalahannya, saling bermaafan dengan ditandai tradisi  berkunjung saling silaturohim ke rumah sanak keluarga dan tetangga saat Hari Raya Idul Fitri atau dalam bahasa pandalungan lebih dikenal dengan nama istilah unjung-unjung.

Kupat berasal dari bahasa Arab “kuffat” yang berarti sudah cukup harapan. Setelah berpuasa selama 1 bulan dan 6 hari setelah lebaran, maka orang-orang yang kuffat merasa cukup ibadahnya. Janur sebagai bungkus ketupat berasal dari kata “ja a nur” yang berarti telah datang cahaya. Makna yang terkandung adalah bahwa umat muslim mengharapkan datangnya cahaya dari Allah SWT yang senantiasa membimbing mereka pada jalan kebenaran yang diridhoi oleh Allah SWT. Ketupat berbentuk persegiempat, menjadikan simbol / perwujudan cara pandang “kiblat papat lima pancer” yang menegaskan adanya keharmonisan dan keseimbangan alam.

Sebagai akhir tanda kupatan di Kabupaten Jember juga dilaksanakan tradisi pawai pegon atau wagon, yaitu gerobak yang terbuat dari kayu memiliki roda dan ditarik dengan dua ekor kuda atau sapi yang biasanya digunakan oleh penduduk lokal sebagai alat angkut hasil pertanian. Pawai pegon atau wagon tersebut dilaksanakan di Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Pawai yang dilakukan pemilik pegon atau wagon ini menyusuri persawahan dan finish di pantai Watu Ulo.

Demikian dari seluruh budaya syawalan di kota Jember yang terasimilasi, membaur menjadi satu budaya baru terus beradaptasi ditengah budaya modern, dan menjadi budaya baru yang disebut budaya pandalungan.(Ysk)

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Pendalungan.
http://lensajambi.com/2016/07/01/8-tradisi-unik-menyambut-lebaran-di-indonesia/
http://news.liputan6.com/read/665638/sambut-lebaran-ketupat-warga-di-jember-gelar-pawai-pegon
https://id.wikipedia.org/wiki/Gerobak
https://id.wikipedia.org/wiki/Asimilasi_(sosial)