Australia Indonesia Science Symposium (AISS) di Canberra, Australia.

widhi

Penulis: Widhi Dyah Sawitri, Ph.D. Dosen Program Studi Magister Bioteknologi Program Pascasarjana Universitas Jember.

Tanggal 28 November hingga 1 Desember 2016, pertama kali diselenggarakannya Australia Indonesia Science Symposium (AISS) di Canberra, Australia. AISS ini adalah forum yang mempertemukan antara ilmuwan senior dan junior baik dari pihak Indonesia maupun Australia, sehingga diharapkan melalui forum ini dapat terjalin kerjasama sains antara kedua negara tersebut mengingat kerjasama sains antara Indonesia dan Australia sudah berjalan beberapa dekade. Acara ini turut dibuka oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang  Brodjonegoro, Menteri Pembangunan Internasional dan Pasifik Australia Concetta Fierravanti-Wells, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Australia Andrew Holmes, dan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Sangkot Marzuki.

Topik yang dibahas dalam forum AISS ini sangat beragam mulai dari bidang kesehatan, pertanian, kelautan, dan informatika. pada hari pertama tanggal 28 November 2016 dalam AISS, Prof. Bambang Sugiharto, salah satu guru besar Universitas Jember sekaligus dosen beberapa mata kuliah di Program Studi Magister  Bioteknologi Pascasarjana Universitas Jember, menjadi salah satu Public Plenary Speaker sesi pertanian.

Dalam kuliah umum tersebut, Prof. Bambang Sugiharto memberikan materi mengenai GMO tebu bersama Professor James Dale dari Australia yang mengembangkan GMO pisang  dengan kandungan beta-karoten dan Dr. Andrew Ash sebagai kepala riset ilmuwan di CSIRO bidang pertanian, Australia dan telah menjalin kerjasama dengan Universitas Jember dalam riset cassava (dengan grup Prof. Achmad Subagio).

Moderator dari sesi tersebut adalah Dr. Fenny Dwivany, seorang associate professor dari ITB yang mengembangkan komoditas pisang di Indonesia sekaligus pemenang UNESCO-L’OREAL Fellowship For Women in Science. Kuliah umum yang dipresentasikan oleh Prof. Bambang Sugiharto dengan judul “Improving sugarcane (Saccharum species) through genetic transformation” tersebut menunjukkan bahwa kualitas riset di Indonesia juga bisa sejajar dengan Australia dalam pengembangan bidang pertanian. Untuk hari kedua tanggal 29 November 2016, Prof. Bambang Sugiharto kembali mempresentasikan hasil riset kolaborasi bersama saya (Widhi Dyah Sawitri), delegasi dari dosen Program Studi Magister Bioteknologi Program Pascasarjana Universitas Jember, dengan judul “The role and regulation of sucrose phosphate synthase from sugarcane”. Dalam pemaparan hasil riset kolaborasi tersebut banyak sekali komentar dan pertanyaan dari para peneliti, kepala riset, dan professor dari Australia di bidang fisiologi tanaman.

“Ini merupakan kolaborasi riset yang indah antara senior dan junior, dan juga mempertahankan riset basic science ini sangat susah. Hal yang sama juga terjadi di Australia, bahwa penelitian aplikatif yang hasil akhirnya adalah suatu produk lebih laku untuk dapat grant penelitian dibanding dengan penelitian basic science yang hanya mempelajari regulasi suatu fenomena sains. Tapi memang kendalanya, penelitian aplikatif yang hasil akhirnya adalah sebuat produk susah untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah yang berkualitas. Tetapi desain dan strategi riset ini sangat bagus karena gabungan dengan riset aplikatif dan riset basic science.” begitu komentar Prof. Higgins salah satu pimpinan forum sesi pertanian dalam AISS yang mengembangkan GMO tanaman polong di Australia.

“Saya sangat senang mendapat undangan langsung dari Prof. Sangkot Marzuki atas rekomendasi dari Dr. Fenny Dwivany sebagai peneliti muda Indonesia dan wakil dari Universitas Jember untuk berpartisipasi dalam forum Australia Indonesia Science Symposium ini. Dari forum ini saya bertemu dengan peneliti-peneliti senior terkenal baik yang dari Indonesia maupun dari Australia. Saya pun dapat bertemu dengan professor-professor kelas dunia dan berdiskusi langsung dengan penulis jurnal ilmiah yang hasil karyanya sering saya baca. Mendapat banyak masukan dari hasil riset saya, bahkan tentang karir sebagai peneliti. Karena pertimbangannya adalah saya masih sangat muda maka beliau sangat merekomendasikan untuk saya bisa postdoc di Australia selama beberapa tahun untuk menambah pengalaman dalam menghadapi masalah dalam riset, mencari solusinya, belajar strategi dan pola pikir para ilmuwan-ilmuwan yang lain. Beliau telah memberitahu jalur mekanisme untuk dapat postdoc dan sangat welcome kapanpun saya datang ke Australia. Tetapi saya menjawab, untuk saat ini saya masih ada kontrak dengan Universitas Jember.” komentar saya selama mengikuti simposium tersebut.

Saya juga mendapat banyak masukan dari Prof. Sangkot terkait kisi-kisi untuk mendapatkan grant penelitian di Indonesia mengingat saat ini saya bekerja dengan basic science. Kata beliau, jangan khawatir dengan penelitian basic science karena ada anggaran yang memang dikhususkan untuk penelitian ilmu murni dan justru kalau hasil akhirnya adalah produk dan sifatnya inovasi malah tidak akan bisa lolos. Melalui grant dengan skema penelitian ini diharapkan peneliti Indonesia dapat berpikir lebih scientific sehingga penemuannya bisa laku dalam jurnal internasional yang berkualitas.”

Setelah memaparkan presentasi-presentasi riset dari Australia maupun Indonesia, ada sesi diskusi dimana semua ilmuwan dikumpulkan untuk membicarakan kemungkinan-kemungkinan riset kolaborasi antar dua negara. Ada penawaran kerjasama pada komoditas tebu antara Prof. Bambang Sugiharto dan grup dari Australia tentang mekanisme regulasi nitrogen dan karbon pada tanaman tebu. “Kajian ini sangat basic science, tetapi jika kami dapat menemukan regulasi tersebut maka kami akan menyumbangkan ilmu yang akan sangat berguna untuk pengetahuan fisiologi tanaman.” ujar peneliti Australia yang ingin melakukan kerjasama tersebut.

Referensi :

[1]     http://www.aipi.or.id/index.php?pg=detilberita&nid=116

[2] http://www.ksi-indonesia.org/index.php/news/2016/09/28/103/countdown-australia-indonesia-science-symposium-28-nov-to-1-dec-2016.html