Bidan sebagai Social Enterpreneur
Untuk Memperingati Hari Bidan Nasional 24 Juni 2016
Artikel Oleh Aristha Dwi Wirapraja, S.Keb., Bd.
Profesi bidan sejatinya adalah profesi yang mulia, profesi ini lahir beranjak dari keprihatian mengenai tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi saat pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, dikarenakan pertolongan persalinan pada saat itu dilakukan oleh dukun yang belum mendapatkan pengetahuan dan pelatihan pertolongan persalinan bersih dan aman. Sejarah panjang tercatat mengenai lahirnya profesi bidan,dimulai pada tahun 1849, dibukalah sekolah kedokteran, Pendidikan Dokter Jawa di Batavia (yang sekarang menjadi RSAD Gatot Soebroto). Dan pada tahun 1851 dibuka pendidikan Bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh dokter militer Belanda (Dr. W Bosch), yang lulusannya bekerja di RS dan masyarakat. Sejak saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan. Bidan mulai menunjukkan eksistensinya dengan diadakannya Konferensi Bidan Pertama di Jakarta pada tanggal 24 Juni 1951 atas prakarsa para bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Konferensi Pertama ini melahirkan organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) bersifat Nasional dan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. IBI terdaftar dengan nomor 133 sebagai Lembaga Sosial Masyarakat di Indonesia dan sesuai dengan UU No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Tahun 1990, pelayanan kebidanan mulai merata dan dekat dengan masyarakat. Presiden memberikan instruksi pada tahun 1992 secara lisan pada sidang kabinet tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatannya di Desa (Bidan Desa). Dengan tugas yaitu pelaksanaan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) diantaranya, Bumil, Bulin, Bufas, dan Bayi baru lahir; termasuk bidan juga melakukan pembinaan dukun bayi (yang sekarang dikenal dengan bermitra dengan dukun), serta memberikan pelayanan KB. Dalam Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo, tahun 1994 membahas perluasan area garapan bidan yaitu Safe Motherhood termasuk bayi baru lahir dan perawatan post abortus, Family Planning, PMS termasuk infeksi saluran alat reproduksi, Kespro Remaja dan Kespro Orang tua.
Seiring dengan perkembangan zaman , masalah kesehatan yang dihadapi semakin kompleks, maka semakin banyak pula cakupan pelayanan yang dapat dilakukan bidan dalam peranannya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Bidan sebagai ujung tombak dalam pemberian pelayanan pada perempuan, bayi, balita dan orang tua serta perannya dalam pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menjadi agent of change dari perubahan perilaku masyarakat menuju masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Namun mengubah perilaku masyarakat tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak tantangan global saat ini baik tantangan internal maupun eksternal yang menjadi hambatan dalam mewujudkan cita-cita pemerintahan tersebut. Profesi bidan dituntut untuk selalu berinovasi dan peka dengan perkembangan jaman, tidak hanya menyangkut mengenai pemberian asuhan kebidanan saja yang memang menjadi kompetensi dasar profesi bidan namun lebih dari itu, bidan harus memaksimalkan peranannya sebagai promotor dan advokator bagi masyarakat.
Bagaimana caranya? salah satunya dengan menggerakkan masyarakat dalam upaya pemenuhan pelayanana kesehatan yang memadai guna meningkatkan derajat kesehatannya. Kita tahu bahwa semua orang pasti selalu berusaha bagaimana bertahan hidup dan mencukupi perekonomian keluarganya, beranjak dari pemikiran ini dimana pemberdayaan masyarakat bidang perkonomian menjadi cara pendekatan yang dirasa ampuh. Berbicara mengenai perekonomian dan kesehatan ada benang merah yang menjadi simpul penghubung yaitu fungsi profesi bidan itu sendiri selain penyedia layanan kesehatan juga sebagai social entrepereneur, bukan berarti kesehatan digunakan sebagai bisnis yang berorientasi pada benefit tapi lebih menekankan bagaimana seseorang itu mempunyai kemampuan berpikir yang kreatif dengan daya kreasi dan membuat sesuatu yang baru dengan cakap melihat suatu peluang serta berani mengambil risiko atas tindakannya. Ketika seorang bidan mengambil suatu langkah di tengah orang-orang lain saling berlomba memperebutkan kesempatan kerja yang sangat sempit, ia justru berpikir melakukan suatu usaha yang dapat menghasilkan secara ekonomi dan memberi peluang kerja bagi sesamanya, ia dapat dikatakan sebagai seorang Entrepreneur. Dapat digambarkan bahwa social entrepreneur lebih mengedepankan sektor ekonomi masyarakat, seperti petani, nelayan, buruh dan pedagang kecil. Konsepsi kewirausahaan sosial secara teknis dan prosedurnya sama dengan kewirausahaan biasa namun dalam segi kebermanfaatan, kewirausahaan sosial memiliki manfaat yang sangat luas dalam segi pemecahan masalah sosial yang ada di masyarakat dalam rangka mempermudah dan memperlancar proses pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Contoh nyata bidan entrepreneur (dikutip Kompas tanggal 28/5/2008) adalah bidan Yulianti yang bekerja sebagai tenaga kesehatan satu-satunya di Pulau Puhawang (Teluk Lampung), Kabupaten Pesawaran, Lampung yang sukses menggerakkan masyarakat desa tersebut untuk melakukan perubahan di bidang lingkungan. Selain kesehariannya membuka praktek pelayanan kebidanan di rumah sebagai tempat periksa, namun tidak mengacuhkan masalah lingkungan yang ada disekitarnya, salah satu karyanya adalah menggerakkan swadaya masyarakat untuk menanam pohon bakau di areal bekas tambak (luas areal 141 ha, 60% rusak) dan kerjasama dengan LSM Mitra Bentala, Lampung, Beliau melihat potensi yang besar dengan adanya hutan bakau, sebagaimana fungsinya untuk rehabilitasi pantai dan pesisir, juga dapat meningkatkan produktivitas perikanan yang memberi keuntungan bagi penduduk lokal dengan mayoritas adalah nelayan. Dengan estimasi pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan bakau akan menghasilkan ikan/udang sebayak 287 kg/tahun tentu diharapkan akan meningkatkan pendapatan penduduk lokal, dampaknya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan juga dapat dijangkau.
Jenis kegiatan dan usaha sosial entrepreneur tentu saja disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah karena tiap daerah mempunyai potensi sendiri-sendiri. Sehingga bidan dituntut pandai dalam membaca peluang, disesuaikan dari masing-masing potensial yang ada disekitar lingkungan masyarakat itu sendiri, bagaimana karakteristik penduduknya, masalah apa yang banyak terjadi dan kebutuhan pemecahan masalah kesehatan apa yang menjadi pokok permasalahan.