Fenomena dan Dampak Meletusnya Gunung Raung, Juli, 2015

Gunung Raung merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Jawa. Aktivitas vulkanik berupa letusan terekam sejak 1586 dan sepanjang tahun dengan periode yang tidak tetap. Berdasarkan catatan sejarah G. Raung merupakan ibu dari semua bukit kecil atau gumuk yang tersebar di Kabupaten Jember. Saat ini berdasarkan komunitas atau kelompok pecinta alam, ada dua jalur pendakian ke Puncak Gunung Raung yaitu Jalur Kalibaru hingga puncak sejati dan Jalur Sumberweringin hingga puncak sejati atau juga ada yang menyebut pucak bayangan. Dalam manuskrip ekspedisi barat di kawasan Hindia Belanda, orang Eropa pertama kali naik ke Raung, adalah inspektur Belanda Bondowoso, Charles Bosch pada bulan Juli 1844. Tiga bulan kemudian, pada 12 Oktober 1844, Franz Wilhelm Junghuhn, seorang naturalis Belanda kelahiran Jerman, menaiki puncak G. Raung bersama-sama dengan Mr Bosch.

http://www.catatanhariankeong.com/2013/03/jalur-pendakian-gunung-raung.html

Pendakian ke Puncak Gunung Raung Jalur Kalibaru

Pada 21 Juni 2015 aktifitas vulkanik G. Raung mengalami peningkatan yang ditandai dengan letusan abu dan lontaran material pijar di kawah puncak serta terekamnya gempa tremor dengan amplitudo maksimum yang terus meningkat secara signifikan, sehingga 29 Juni 2015, pukul 09.00 WIB dinaikan dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga). Zona steril 3 kilometer dari puncak Raung dan Desa terdekat jaraknya sekitar 10 kilometer dari puncak ada 10 di 4 kecamatan yang terdampak primer, yang semuanya aman.

Dampak langsung oleh semburan abu G. Raung yang terbawa angin ke segala arah terjadi pada tanaman pangan dan khususnya tembakau yang peka terhadap permasalahan kualitas. Secara umum semburan abu G. Raung ke arah barat, Jember relatif kecil dibandingkan dengan yang ke arah Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, dan bahkan Bali. Dampak yang sangat dasyat di rasakan masyarakat khususnya berhubungan dengan aktivitas penerbangan. Bandara-bandara yang mengalami penutupan akibat dampak semburan G. Raung adalah Bandara Internasional Juanda Surabaya, Bandara Abdurahman Saleh Malang, Bandara Notohadinegoro Jember, Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi, dan Bandara Udara Internasional Ngurah Rai di Bali.

Walaupun demikian dampaknya cukup besar seperti ditunjukkan luas lahan pertanian di tiga kecamatan terdampak G. Raung yakni Sempol, Sumberwringin, dan Tlogosari mencapai 3.550 hektar. Selain tanaman padi, tanaman hortikultura yang terpapar debu vulkanik tersebut adalah kubis, kentang, dan bawang merah. Lahan pertanian yang terpapar debu vulkanik ditanami cabai besar dan tomat di Sumberjambe sekitar 1

dan di Silo 26 hektare; sebagian besar tanaman hortikultura milik petani tersebut sudah hampir panen, sehingga abu vulkanik tidak berpengaruh secara signifikan. Berbeda dengan komoditas tembakau, petani tanaman tembakau di 31 kecamatan di Jember terpapar abu vulkanis G. Raung, sehingga petani mengalami kerugian yang cukup besar tahun ini.

Sampling abu vulkanik G. Raung dilakukan di Songgon Banyuwangi dan Rowosari Jember menunjukkan bahwa jumlah material abu vulkanik sejumlah 1824 g.m-2 atau sekitar 18,24 ton.ha-1 dan 700 g.m-2 atau sekitar 7 ton.ha-1.

Berdasarkan analisis tekstur sebanyak 250 g sampel terdapat fraksi pasir sebesar 203 g (81%), debu 30 g (12%) dan klei 17,5 g (7%). Selanjutnya analisis pasir difraksinasi menjadi lima kelompok ukuran yaitu: sangat kasar (2-1 mm = 0%), kasar (1-0,5 mm = 0,05%), medium atau sedang (0,5-0,25 mm = 35,58%), halus (0,25-0,1 mm = 48,56%), dan sangat halus (0,1-0,05 mm = 6,10%). Data distribusi fraksi-fraksi tanah ini berdasarkan segitiga tekstur masuk dalam kelas tekstur Pasir Berlempung (Loamy Sand). Analisis batuan dan mineral yang dilakukan di ITB menunjukkan bahwa pasir dari G. Raung digolongkan sebagai piroklastik (pyroclastic). Pyro identik dengan api, sedangkan clastic adalah material yang lepas-lepas. Berdasarkan komposisi fragmen yang terdapat dalam pasir, piroklastik dari G. Raung digolongkan sebagai “tuf crystal lithic”. Selanjutnya berdasarkan analisis petrografi memperlihatkan dominasi mineral seperti plagioklas andesin hingga oligoklas, hornblenda, piroksen dan magnetit. Selain itu fragmen litik (batuan) umumnya berkomposisi andesitik. Dengan demikian komposisi utama batuan piroklastik adalah andesit.

Penulis

Sugeng Winarso

Dosen Universitas Jember