Dewi Prihatini, SE., M.M., Ph.D, sosok muda sarat prestasi, meniti karier menjadi dosen sejak tahun 1993 hingga kini sudah 23 tahun dilalui tentu bukan hal mudah untuk mendapatkannya. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang juga menjabat sebagai sekretaris Program Pascasarjana Univeristas Jember menuturkan bahwa sejak kuliah di Strata Satu Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jurusan Manajemen tidak ada yang menyuruh dan tidak ada yang mengarahkan. Dewi menambahakan pula, menjadi dosen bukanlah suatu cita-cita. Ayahnya pegawai yang Dinas di Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi selalu berpesan untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya.
Putri ke empat dari lima beraudara dari pasangan Soegijo Hadipranoto dan Soekarsi ini pada awalnya tidak berkeinginan menjadi dosen hingga pada saat kuliah Strata Satu mendapat beasiswa TID, salah satu beasiswa yang diberikan DIKTI KEMENDIKBUD. TID merupakan beasiswa ikatan dinas untuk mahasiswa yang ingin berkarier menjadi tenaga pendidik perguruan tinggi. Berawal dari sinilah muncul cita-citanya untuk menjadi Dosen.
Istri dari Eberta Kawima yang dikaruniai satu putri ini juga menambahkan semenjak mendapat beasiswa TID dari DIKTI prestasi akademiknya terus ditingkatkan, setelah mendapat gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Jember, langsung melanjutkan studi Strata Dua di Los Banos Filiphina, dan tidak hanya itu setalah gelar S2 diraihnya, Dewi Prihatini langsung menempuh S3 untuk mendapat gelar Ph.D, yang juga diraih di Los Banos Piliphina. Tak mudah untuk mencapai tiga gelar secara terus menerus, satu yang membuat semangatnya membara, putri semata wayangnya Afisia Dewima, saat Afi (Afisia Dewima.red) kelas satu Sekolah Dasar, satu ucapan ungkapan pertanyaan yang membuat Dewi Prihatini harus cepat menuntaskan studinya “kapan mama pulang?”.
Setelah kepulangan dari tugas belajar Dewi Prihatini merasa bangga, meskipun sepeninggal ayahanda Soegijo Hadipranoto, belum bisa memberikan ataupun menunjukannya akan tetapi diyakininya ayahandanya akan tersenyum melihat hasil yang diraih putri keempatnya. Wanita kelahiran 47 tahun lalu ini juga berucap. Berkarier menjadi Dosen banyak liku-liku yang dihadapi mulai dari teman, mahasiwa dan keluarga. Menurutnya hanya keyakinan yang kuat, ikhlas dan sabar yang menjadi motivasi diri untuk menghadapi situasi yang ada. Roda terus berputar dan semua tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Penentuan antara berkarier menjadi dosen, ibu rumah tangga dan menjadi istri membuat Dewi Prihatini harus bisa membagi waktu antara tugas dan kewajiban yang diemban.
Wanita yang tidak sepakat dengan istilah konflik peran ganda ini menuturkan, kita butuh generasi yang tidak instan, tidak mau menjalani pahit getirnya keadaan yang ada dan hanya ingin memiliki akhiran yang sempurna. Kita sebagai orang tua selalu menekankan pada hasil, dan kita menilai anak pada hasil. Akan tetapi tidak mempedulikan tentang suatu proses dari untuk menghasilkan sesuatu.
Menurutnya berikanlah media yang akan memacu prestasi, namun jangan berkutat pada kurikulum, karena kurikulum akan membentuk kotak-kotak. Dewi menambahkan pada saat tugas belajar di Los Banos Filipina, anak usia TK dengan media gambar sudah bisa mengimajinasikan suatu rangkaian kata-kata yang menggambarkan suatu objek. (Ysk)